
Mataram 5 Agustus 2025 - Dua seniman perempuan asal Nusa Tenggara Barat (NTB) sukses mencuri perhatian dalam cabang olahraga dansa pada ajang Festival Olahraga Rekreasi Masyarakat Nasional (Fornas) ke-VIII tahun 2025. Yani Timor Prajawati dan Tika Puspita Sari berhasil membawa pulang dua penghargaan bergengsi dalam kategori Kontemporer Nusantara yang digelar oleh Inorga (Induk Organisasi Olahraga) Olahraga Dansa.
Pertunjukan mereka yang berjudul "Mutiara di Lantai Dansa" menjadi magnet utama dalam kompetisi tersebut. Kolaborasi antara dua akademisi seni ini berhasil memukau juri dan penonton melalui eksplorasi gerak dan bunyi yang dalam serta menyentuh.
Yani Timor Prajawati, dosen di Program Studi Pendidikan Seni dan Budaya Keagamaan Hindu IAHN Gde Pudja Mataram, menerima penghargaan The Best Choreography. Sedangkan Tika Puspita Sari, dosen Karawitan di Fakultas Seni Pertunjukan ISI Surakarta, dianugerahi The Best Music Composition berkat karya musik pengiring yang menguatkan suasana dan makna tari.
Rektor Institut Agama Hindu Negeri Gde Pudja Mataram, Prof. Dr. Ir. I Wayan Wirata, A.Ma., SE.,M.Si., M.Pd. sangat mengapresiasi prestasi yang gemilang ini serta berharap tetap dipertahankan, ditingkatkan, dan dilestarikan. “Festival Olahraga Rekreasi Masyarakat Nasional (Fornas) merupakan ajang untuk melestarikan potensi olahraga rekreasi masyarakat. Prestasi yang diraih ini perlu dipertahankan dan ditingkatkan, saya bersama seluruh sivitas akademika kampus mengucapkan selamat dan terus semangat berkarya”, ujar Prof. Wirata.
Dalam pergelaran yang berlangsung di Aula Bir Ali 2, Mataram, pada 31 Juli 2025, keduanya mewakili Asosiasi Masyarakat Dansa Indonesia (AMDI) Provinsi NTB, bersaing dengan peserta dari sembilan provinsi lainnya.
Karya tari ini mengangkat tema tentang proses pembentukan keindahan melalui penderitaan, dengan simbol utama berupa Mutiara salah satu kekayaan alam khas Pulau Lombok. Gerakan tarinya menggambarkan luka pada kerang yang secara perlahan membentuk lapisan hingga menjadi permata. “Beautiful is Pain menjadi benang merah dari karya ini,” ujar Yani. “Mutiara adalah wujud keindahan yang lahir dari kesabaran dan keteguhan hati.”
Sementara itu, musik ciptaan Tika tidak hanya menjadi latar, tetapi menjadi elemen utama yang membangun atmosfer pementasan. Ia menghadirkan suara-suara alam seperti ombak, denting waktu, dan nuansa emosional yang mencerminkan dinamika batin. “Saya merangkai musik ini layaknya pembentukan nacre di dalam kerang: perlahan, penuh tekanan, lalu menjadi indah,” jelasnya.
Lebih dari sekadar penampilan, sinergi antara Yani dan Tika menjadi simbol pertemuan dua latar pendidikan seni dari NTB dan Jawa Tengah. Mereka menegaskan bahwa seni dapat menjadi ruang pertemuan lintas wilayah, budaya, dan pengalaman—terutama dalam menyuarakan perspektif perempuan Indonesia masa kini.
By A9